Gelombang cahaya
Ada dua jenis
cahaya, yaitu cahaya polikromatik dan cahaya monokromatik.
Cahaya polikromatik adalah cahaya yang terdiri atas banyak
warna dan panjang gelombang. Contoh cahaya polikromatik adalah
cahaya putih. Adapun cahaya monokromatik adalah cahaya yang hanya
terdiri atas satu warna dan satu panjang gelombang. Contoh cahaya monokromatik
adalah cahaya merah dan ungu
Disperse
cahaya
Gejala dispersi
cahaya adalah
gejala peruraian cahaya putih (polikromatik) menjadi cahaya berwarna-warni (monokromatik).
Cahaya putih merupakan cahaya polikromatik, artinya cahaya yang terdiri atas
banyak warna dan panjang gelombang. Jika cahaya putih diarahkan ke prisma, maka
cahaya putih akan terurai menjadi cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru,
nila, dan ungu. Cahaya-cahaya ini memiliki panjang gelombang yang berbeda.
Setiap panjang gelombang memiliki indeks bias yang berbeda. Semakin kecil
panjang gelombangnya semakin besar indeks biasnya. Disperi pada prisma terjadi
karena adanya perbedaan indeks bias kaca setiap warna cahaya. Perhatikan Gambar
2.1.
Gambar 2.1. Dispersi cahaya pada prisma
Seberkas cahaya polikromatik diarahkan
ke prisma. Cahaya tersebut kemudian terurai menjadi cahaya merah, jingga,
kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tiap-tiap cahaya mempunyai sudut deviasi
yang berbeda. Selisih antara sudut deviasi untuk cahaya ungu dan merah disebut
sudut dispersi. Besar sudut dispersi dapat dituliskan sebagai berikut:
Φ = δu - δm = (nu – nm) β .......................................2.1
Keterangan:
Φ = sudut dispersi
nu = indeks
bias sinar ungu
nm = indeks
bias sinar merah
δu = deviasi
sinar ungu
δm=deviasi
sinar merah
Sudut deviasi minimum terjadi jika
i
=
r’ , r = i’ serta i’ + r =
Besarnya sudut
deviasi minimum pada prisma dirumuskan sebagai:
dm = i + r’
– β. . . (3.1)
Karena r’ =
r maka:
i = dm
+ β). . . (3.2)
dan
r = β
Sesuai dengan
hukum Snellius, kita peroleh :
sin dm
+ β) = n sin β
Untuk prisma
tipis dengan sudut bias sangat kecil, persamaan 3.4
dapat
ditulis sebagai berikut.
dm
+
β)
= n β
Jadi, interferensi cahaya tidaklah
senyata seperti interferensi pada gelombang air atau gelombang bunyi.
Interferensi terjadi jika terpenuhi dua syarat berikut ini:
(1) Kedua gelombang cahaya
harus koheren, dalam arti bahwa kedua gelombang cahaya harus memiliki beda fase
yang selalu tetap, oleh sebab itu keduanya harus memiliki frekuensi yang sama.
(2) Kedua gelombang cahaya
harus memiliki amplitude yang hampir sama.
Terjadi dan tidak terjadinya interferensi
dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. (a) tidak terjadi
interferensi, (b) terjadi interferensi
Untuk menghasilkan pasangan sumber
cahaya kohern sehingga dapat menghasilkan pola interferensi adalah :
(1) sinari dua (atau
lebih) celah sempit dengan cahaya yang berasal dari celah tunggal (satu celah).
Hal ini dilakukan oleh Thomas Young.
(2) dapatkan
sumber-sumber kohern maya dari sebuah sumber cahaya dengan pemantulan saja. Hal
ini dilakukian oleh Fresnel. Hal ini juga terjadi pada pemantulan dan pembiasan
(pada interferensi lapisan tipis).
(3) Gunakan sinar
laser sebagai penghasil sinar laser sebagai penghasil cahaya kohern.
Untuk mendapatkan dua sumber cahaya
koheren, A. J Fresnell dan Thomas
Young menggunakan sebuah lampu sebagai
sumber cahaya. Dengan menggunakan sebuah sumber cahaya S, Fresnell memperoleh dua
sumber cahaya S1 dan S2 yang kohoren dari hasil pemantulan dua
cermin. Sinar monokromatis yang dipancarkan oleh sumber S, dipantulkan oleh cermin I
dan cermin II yang seolah-olah berfungsi sebagai sumber S1 dan S2.
Sesungguhnya, S1 dan S2 merupakan bayangan oleh cermin I dan
Cermin II (Gambar 2.4)
Gambar 2.4. Percobaan cermin Fresnell
Berbeda dengan percobaan yang dilakukan
oleh Fresnell, Young menggunakan dua penghalang, yang pertama memiliki satu
lubang kecil dan yang kedua dilengkapi dengan dua lubang kecil. Dengan cara
tersebut, Young memperoleh dua sumber cahaya (sekunder) koheren yang
monokromatis dari sebuah sumber cahaya monokromatis (Gambar 2.5). Pada layar
tampak pola garis-garis terang dann gelap. Pola garis-garis terang dan gelap
inilah bukti bahwa cahaya dapat berinterferensi. Interferensi cahaya terjadi
karena adanya beda fase
cahaya dari kedua celah
tersebut.
Gambar 2.5. Percobaan dua celah oleh Young
Pola interferensi yang dihasilkan oleh
kedua percobaan tersebut adalah garis-garis terang dan garis-garis gelap pada
layar yang silih berganti. Garis terang terjadi jika kedua sumber cahaya
mengalami interferensi yang saling menguatkan atau interferensi maksimum. Adapun
garis gelap terjadi jika kedua sumber cahaya mengalami interferensi yang saling
melemahkan atauinterferensi minimum. Jika kedua sumber cahaya memiliki
amplitudo yang sama, maka pada tempat-tempat terjadinya interferensi minimum,
akan terbentuk titik gelap
sama sekali. Untuk mengetahui lebih rinci tentang pola yang terbentuk
dari interferensi dua celah, perhatikan penurunan-penurunan interferensi dua
celah berikut.
Pada Gambar 2.6, tampak bahwa lensa
kolimator menghasilkan berkas sejajar. Kemudian, berkas cahaya tersebut
melewati penghalang yang memiliki celah ganda sehingga S1 dan S2 dapat dipandang sebagai dua sumber
cahaya monokromatis. Setelah keluar dari S1 dan S2,
kedua cahaya digambarkan menuju sebuah titik A pada layar. Selisih jarak yang
ditempuhnya (S2A – S1A)
disebut beda lintasan.
........................................2.2
Gambar 2.6. Percobaan Interferensi Young
Jika jarak S1A dan S2A sangat besar dibandingkan jarak S1 ke S2,
dengan S1S2 = d,
sinar S1A dan S2A dapat dianggap sejajar dan selisih
jaraknya ΔS = S2B.
Berdasarkan segitiga S1S2B,
diperoleh , dengan d adalah jarak antara kedua celah.
Selanjutnya, pada segitiga COA, .
Untuk sudut-sudut kecil akan didapatkan . Untuk θ kecil, berarti p/l kecil atau p< sehingga selisih kecepatan yang
ditempuh oleh cahaya dari sumber S2 dan S1 akan memenuhi persamaan berikut ini.
................................................2.3
Interferensi maksimum akan terjadi jika
kedua gelombang yang tiba di titik A sefase. Dua gelombang memiliki fase sama bila
beda lintasannya merupakan kelipatan bilangan cacah dari panjang gelombang.
ΔS = mλ ............................................................2.4
Jadi, persamaan interferensi maksimum
menjadi
.........................................................2.5
dengan d = jarak antara celah pada layar
p = jarak titik pusat interferensi (O) ke garis
terang di A
l = jarak celah ke layar
λ = panjang gelombang cahaya
m = orde interferensi (0, 1, 2, 3, ...)
Dalam keseharian Anda sering mengamati
garis-garis berwarna yang tampak pada lapisan tipis bensin atau oli yang tumpah
di permukaan air saat matahari menyoroti permukaan oli tersebut. Di samping
itu, Anda tentu pernah main air sabun yang ditiup sehingga terjadi gelembung.
Kemudian saat terkena sinar matahari akan terlihat warna-warni.
Cahaya warna-warni inilah bukti adanya peristiwa
interferensi cahaya pada lapisan tipis air sabun. Interferensi ini terjadi pada
sinar yang dipantulkan langsung dan sinar yang dipantulkan setelah dibiaskan.
Interferensi antar gelombang yang dipantulkan
oleh lapisan atas dan yang dipantulkan oleh lapisan bawah ditunjukkan pada
Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Interferensi pada selaput
tipis
Selisih lintasan yang ditempuh oleh sinar datang
hingga menjadi sinar pantul ke-1 dan sinar pantul ke-2 adalah
ΔS = S2 – S1 = n(AB + BC)
– AD = n(2AB) – AD ...........................2.8
dengan n adalah
indeks bias lapisan tipis.
Jika tebal lapisan adalah d, diperoleh d = AB cos r sehingga AB = d/cos r dan AD = AC sin i, dengan AC = 2d tan r. Dengan demikian, persamaan (2.8) menjadi:
Sesuai dengan hukum Snellius, n sin r = sin I, selisih jarak
tempuh kedua sinar menjadi:
ΔS = 2nd cos r ..............................................2.9
Supaya terjadi interferensi maksimum, ΔS harus merupakan
kelipatan dari panjang gelombang (λ), tetapi karena sinar pantul diB mengalami perubahan fase , ΔS menjadi
..........................................2.10
Jadi, interferensi maksimum sinar pantul pada
lapisan tipis akan memenuhi persamaan berikut.
= 2.11
dengan n =
indeks bias lapisan tipis
d = tebal lapisan
r = sudut bias
m = orde interferensi (0, 1, 2, 3, …)
λ = panjang gelombang sinar
Pada pelajaran gerak gelombang, telah
diperkenalkan pula bahwa gelombang permukaan air yang melewati sebuah
penghalang berupa sebuah celah sempit akan mengalami lenturan (difraksi). Peristiwa yang sama terjadi jika cahaya dilewatkan pada sebuah celah
yang sempit sehingga gelombang cahaya itu akan mengalami difraksi. Selain disebabkan oleh celah sempit, peristiwa
difraksi juga dapat disebabkan oleh kisi. Kisi adalah sebuah penghalang yang terdiri atas banyak
celah sempit. Jumlah celah dalam kisi dapat mencapai ribuan pada daerah selebar
1 cm. Kisi difraksi adfalah alat yang sangat berguna untuk menganalisis
sumber-sumber cahaya. Perhatikan Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Cahaya yang melewati celah sempit
Kita dapat melihat gejala difraksi ini dengan
mudah pada cahaya yang melewati sela jari-jari yang kita rapatkan kemudian kita
arahkan pada sumber cahaya yang jauh, misalnya lampu neon. Atau dengan melihat
melalui kisi tenun kain yang terkena sinar lampu yang cukup jauh.
Pola difraksi yang disebabkan oleh celah tunggal
dijelaskan oleh Christian
Huygens. Menurut Huygens, tiap bagian celah
berfungsi sebagai sumber gelombang sehingga cahaya dari satu bagian celah dapat
berinterferensi dengan cahaya dari bagian celah lainnya.
Interferensi minimum yang menghasilkan garis
gelap pada layar akan terjadi,
jika gelombang 1 dan 3 atau 2 dan 4 berbeda fase
½, atau lintasannya sebesar setengah panjang gelombang. Perhatikan Gambar 2.9.
Gambar 2.9. interferensi celah tunggal
Berdasarkan Gambar 2.9 tersebut, diperoleh beda
lintasan kedua gelombang (d sin θ)/2.
ΔS = (d sin θ)/2 dan ΔS = ½ λ, jadi d sin θ = λ
Jika celah tunggal itu dibagi menjadi empat
bagian, pola interferensi minimumnya menjadi
ΔS = (d sin θ)/4 dan ΔS = ½ λ, jadi d sin θ = 2 λ.
Berdasarkan penurunan persamaan interferensi
minimum tersebut, diperoleh persamaan sebagai berikut.
d sin θ = mλ
2.13
dengan: d =
lebar celah
m = 1, 2, 3, . . .
Untuk mendapatkan pola difraksi maksimum, maka
setiap cahaya yang melewati celah harus sefase. Beda lintasan dari interferensi
minimum tadi harus dikurangi dengan sehingga beda fase keduanya mejadi 360°. Persamaan interferensi maksimum
dari pola difraksinya akan menjadi :
..........................................2.14
Dengan (2m – 1) adalah bilangan ganjil, m = 1, 2, 3,
Jika semakin banyak celah pada kisi yang
memiliki lebar sama, maka semakin tajam pola difraksi dihasilkan pada layar.
Misalkan, pada sebuah kisi, untuk setiap daerah selebar 1 cm terdapat N = 5.000 celah. Artinya, kisi tersebut terdiri atas
5.000 celah per cm. dengan demikian, jarak antar celah sama dengan tetapan
kisi, yaitu
Pola difraksi maksimum pada layar akan tampak
berupa garis-garis terang atau yang disebut dengan interferensi maksimum yang
dihasilkan oleh dua celah. Jika beda lintasan yang dilewati cahaya datang dari
dua celah yang berdekatan, maka interferensi maksimum terjadi ketika beda lintasan
tersebut bernilai 0, λ, 2λ, 3λ, …,. Pola difraksi maksimum pada kisi menjadi
seperti berikut.
d sinθ = mλ ......................................................2.15
dengan m =
orde dari difraksi dan d = jarak antar celah atau tetapan kisi.
Demikian pula untuk mendapatkan pola difraksi
minimumnya, yaitu garis-garis gelap. Bentuk persamaannya sama dengan pola
interferensi minimum dua celah yaitu:
d sinθ = (m+ ½ )λ .............................................2.16
Jika pada difraksi digunakan cahaya putih atau
cahaya polikromatik, pada layar akan tampak spectrum warna, dengan terang pusat
berupa warna putih.
Gambar 2.10. Difraksi cahaya putih akan
menghasilkan
pola berupa pita-pita spectrum
Cahaya merah dengan panjang gelombang terbesar mengalami
lenturan atau pembelokan paling besar. Cahaya ungu mengalami lenturan terkecil
karena panjang gelombang cahaya atau ungu terkecil. Setiap orde difraksi
menunjukkan spectrum warna.
Alat-alat optic seperti Lup, teropong, dan
milkroskop memiliki kemampuan untuk memperbesar bayangan benda. Namun,
perbesaran bayangan benda yang dihasilkan terbatas. Kemampuan perbesaran
alat-alat optic itu selain dibatasi oleh daya urai lensa juga dibatasi oleh
pola difraksi yang terbentuk pada bayangan benda itu.
Gambar 2.11. Pola difraksi yang dibentuk oleh
sebuah celah bulat
Pola difraksi yang dibentuk oleh sebuah celah
bulat terdiri atas bintik terang pusat yang dikelilingi oleh cincin-cincin
terang dan gelap seperti pada Gambar 2.11. Pola tersebut dapat dijelaskan
dengan menggunakan Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Daya urai suatu lensa
D=diameter lobang
l =jarak celah ke layar
dm=jari-jari lingkaran terang
θ = sudut deviasi
Pola difraksi dapat diperoleh dengan menggunakan
sudut q yang menunjukkan ukuran sudut dari setiap cincin yang dihasilkan
dengan persamaan:
.................................................2.17
dengan λ merupakan panjang gelombang cahaya yang
digunakan.
Untuk sudut-sudut kecil, maka diperoleh sinθ » tan θ =
dm/λ dan sama dengan sudutnya q sehingga dapat ditulis:
, atau 2.18
Polarisasi gelombang hanya dapat terjadi pada
gelombang transversal, tidak terjadi pada gelombang longitudinal. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan peristiwa polarisasi, perhatikan gelombang
tali pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Gelombang tali yang terpolarisasi
Sebelum dilewatkan pada celah sempit vertical,
tali bergetar dengan simpangan seperti spiral. Setelah gelombang pada tali
melewati celah, hanya arah getar vertical yang masih tersisa. Adapun arah getar
horizontal atu diserap oleh celah sempit itu. Gelombang yang keluar dari celah
tadi disebut gelombang
polarisasi, lebih khusus disebut terpolarisasi
linier.
Terpolarisasi artinya memiliki satu arah getar
tertentu saja. Polarisasi yang
hanya terjadi pada satu arah disebut polarisasi linear. Apa yang terjadi jika celah sempit dipasang secara
horizontal? Apakah terjadi polarisasi linear?
Cahaya terpolarisasi dapat diperoleh dari cahaya
tidak terpolarisasi, yaitu dengan menghilangkan (memindahkan) semua arah getar
dan melewatkan salah satu arah getar saja. Ada 4 cara untuk melakukan hal ini,
yaitu: 1) penyerapan
selektif, 2)pemantulan, 3) pembiasan ganda, dan 4) hamburan.
Tehnik yang umum untuk menghasilkan cahaya
terpolarisasi adalah menggunakan polaroid. Polaroid akan meneruskan
gelombang-gelombang yang arah getarnya sejajr dengan sumbu transmisi dan
menyerap gelombang-gelombang pada arah lainnya. Oleh karena tehnik berdasarkan
penyerapan arah getar, maka disebut polarisasi dengan penyerapan selektif. Suatu
polaroid ideal akan meneruskan semua komponen medan listrik E yang sejajar dengan sumbu transmisi dan menyerap suatu
medan listrik E yang
tegak lurus pada sumbu transmisi.
Jika cahaya tidak terpolarisasi dilewatkan pada
sebuah kristal, maka arah getaran yang keluar dari kristal hanya terdiri atas
satu arah disebut
cahaya terpolarisasi linier. Kristal yang
dapat menyerap sebagian arah getar disebut dichroic.
Gambar 2.14. Kristal melewatkan cahaya
terpolarisasi linear dan menyerap arah lainnya.
Selanjutnya, pada Gambar 2.15 ditunjukkan
susunan dua keping Polaroid. Keping Polaroid yang pertama disebut polarisator, sedangkan keping polaroid yang kedua disebut analisator.
Gambar 2.15 (a) Polarisator dan analisator
dipasang sejajar.
(b) Polarisator dan analisator dipasang
bersilangan.
Jika seberkas cahaya dengan intensitas I0 dilewatkan
pada sebuah polalisator ideal, intensitas cahaya yang dilewatkan adalah 50%
atau .
Akan tetapi, jika cahaya dilewatkan pada polalisator dan analisator yang
dipasang bersilangan, tidak ada intensitas cahaya yang melewati analisator.
Secara umum, intensitas yang dilewati analisator adalah
.....................................................2.19
Dengan I2 adalah intensitas cahaya yang lewat analisator. I0 adalah
intensitas awal seblum maasuk polalisator dan θ adalah sudut antara arah polarisasi polalisator dan
arah polarisasi analisator. Jika keduanya sejajar, θ = 0. jika keduanya saling bersilangan, θ = 90°.
Jika seberkas pola cahaya alamiah dijatuhkan
pada permukan bidang batas dua medium, maka sebagian cahaya akan mengalami
pembiasan dan sebagian lagi mengalami pemantulan. Sinar bias dan sinar pantul
akan terpolarisasi sebagian. Jika sudut sinar datang diubah-ubah, pada suatu
saat sinar bias dan sinar pantul membentuk sudut 90°. Pada keadaan ini, sudut
sinar datang (i) disebut sudut
polarisasi (ip) karena sinar yang
terpantul mengalami polarisasi sempurna atau terpolarisasi linear. Menurut
Hukum Snellius,
n1 sin ip = n2 sin r, dengan r + ip = 90 atau r
= 90 – ip
selanjutnya dapat dituliskan
n1 sin ip = n2 sin
(90 – ip)= n2 cos ip
...............................................2.20
Sudut ip disebut sudut polarisasi atau sudut Brewster, yaitu sudut datang pada sinar bias dan sinar pantul
membentuk sudut 90°.
Dalam sebuah kristal tertentu, cahaya alamiah
yang masuk ke dalam kristal dapat mengalami pembiasan ganda. Pembiasan ganda
ini dapat terjadi karena kristal tersebut memiliki dua nilai indeks bias.
Perhatikan Gambar 23, tampak ada dua bagian sinar yang dibiaskan yang
hanya mengandung E// dan yang lain hanya mengandung. Jadi, indeks bias serta laju E// dan adalah tidak sama.
Gambar 2.16. Polarisasi pada pembiasan ganda.
No comments:
Post a Comment